Jumat, 29 Juli 2011

Dari Mata, Turun Ke Hati…

Akhwatmuslimah.com – Matahari telah tergelincir. Seorang lelaki terlihat bersegera menuju masjid ketika adzan zuhur dikumandangkan dari sebuah masjid kampus. Lelaki itu berwudhu dan menunaikan shalat nawafil. Lalu ia menjadi makmum di shaff terdepan. Shalat wajib ia laksanakan dengan ruku’ dan sujud yang sempurna. Setelah shalat tak lupa ia memuji nama Tuhannya dan memanjatkan doa untuk dirinya, ibu, ayahnya dan untuk ummat Muhammad saw yang sedang berjihad fii sabilillah.

Sebelum menuju kelas untuk kuliah, lelaki itu menyempatkan diri bersalam-salaman dengan beberapa jamaah lain. Dengan raut wajah yang bersahaja, ia sedekahkan senyum terhadap semua orang yang ditemuinya. Ucapan salam pun ditujukannya kepada para akhwat yang ditemuinya di depan masjid.

Lelaki yang bernama Ali itu kemudian segera memasuki ruang kelasnya. Ia duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku berjudul “Langitpun Terguncang’. Buku berisi tentang hari akhir itu dibacanya dengan tekun. Sesekali ia mengerutkan dahi dan dan sesekali ia tersenyum simpul.

Ali sangat suka membaca dan meyukai ilmu Allah yang berhubungan dengan hari akhir karena dengan demikian ia dapat membangkitkan rasa cinta akan kampung akhirat dan tidak terlalu cinta pada dunia. Prinsipnya adalah “Bekerja untuk dunia seakan hidup selamanya dan beribadah untuk akhirat seakan mati esok.”

Sejak setahun belakangan ini, Ali selalu berusaha mencintai akhirat. Sunnah Rasululah saw ia gigit kuat dengan gigi gerahamnya agar tak terjerumus kepada bid’ah. Ali selalu menyibukkan diri dengan segala Islam. Ia sangat membenci sekularisme karena menurutnya, sekulerisme itu tidak masuk akal. Bukankah ummat Islam mengetahui bahwa yang menciptakan adalah Allah swt, lalu mengapa mengganti hukum Tuhannya dengan hukum ciptaan dan pandangan manusia? Bukankah yang menciptakan lebih mengetahui keadaan fitrah ciptaannya?
Allah swt yang menciptakan, maka sudah barang tentu segala sesuatunya tak dapat dipisahkan dari hukum Allah. Katakan yang halal itu halal dan yang haram itu haram, karena pengetahuan yang demikian datangnya dari sisi Allah.

Sementara Ali membaca bukunya dengan tekun, dua mahasiswi yang duduk tak jauh dari Ali bercakap-cakap membicarakan Ali. Mereka menyayangkan sekali, Ali yang demikian tampan dan juga pintar, namun belum mempunyai pacar, padahal banyak mahassiwi cantik di kampus ini yang suka padanya. Tapi tampaknya Ali tidak ambil peduli. Sikapnya itu membuat para wanita menjadi penasaran dan justru banyak yang ber-tabarruj di hadapannya. Kedua wanita itu terus bercakap-cakap hingga lupa bahwa mereka telah sampai kepada tahap ghibah.

Ali memang tak mau ambil pusing tentang urusan wanita karena ia yakin jodoh di tangan Allah swt. Namun tampaknya iman Ali kali ini benar-benar diuji oleh Allah SWT.

Ali menutup bukunya ketika dosen telah masuk kelas. Tampaknya sang dosen tak sendirian, di belakangnya ada seorang mahasiswi yang kelihatan malu-malu memasuki ruang kelas dan segera duduk di sebelah Ali.
Ali merasa belum pernah melihat gadis ini sebelumnya.
Saat dosen mengabsen satu persatu, tahulah Ali bahwa gadis itu bernama Nisa.

Tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Jantungnya berdegup keras. Bukan lantaran suka, tapi karena Ali selalu menundukkan pandangan pada semua wanita, sesuai perintah Allah SWT dalam Al Qur’an dan Rasulullah saw dalam hadits.
“Astaghfirullah…!”, Ali beristighfar.
Pandangan pertama adalah anugerah atau lampu hijau. Pandangan kedua adalah lampu kuning. Ketiga adalah lampu merah. Ali sangat khawatir bila dari mata turun ke hati karena pandangan mata adalah panah-panah iblis.

***

Pada pertemuan kuliah selanjutnya, Nisa yang sering duduk di sebelah Ali, kian merasa aneh karena Ali tak pernah menatapnya kala berbicara. Ia lalu menanyakan hal itu kepada Utsman, teman dekat Ali. Mendengar penjelasan Utsman, tumbuh rasa kagum Nisa pada Ali.
“Aku akan tundukkan pandangan seperti Ali”, tekad Nisa dalam hati.

Hari demi hari Nisa mendekati Ali. Ia banyak bertanya tentang ilmu agama kepada Ali.
Karena menganggap Nisa adalah ladang da’wah yang potensial, Ali menanggapi dengan senang hati.

Hari berlalu… tanpa sengaja Ali memandang Nisa. Ada bisikan yang berkata,
“Sudahlah pandang saja, toh Nisa itu tidak terlau cantik.. Jadi mana mungkin kamu jatuh hati pada gadis seperti itu”
Namun bisikan yang lain muncul,
“Tundukkan pandanganmu. Ingat Allah! Cantik atau tidak, dia tetaplah wanita.”
Ali gundah.
“Kurasa, jika memandang Nisa, tak akan membangkitkan syahwat, jadi mana mungkin mata, pikiran dan hatiku ini berzina.”

Sejak itu, Ali terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Nisa tentang agama, tanpa ghadhul bashar karena Ali menganggap Nisa sudah seperti adik… , hanya adik.

Ali dan Nisa kian dekat. Banyak hal yang mereka diskusikan. Masalah ummat maupun masalah agama. Bahkan terlalu dekat…

Hampir setiap hari, Ali dapat dengan bebas memandang Nisa. Hari demi hari, minggu demi minggu, tanpa disadarinya, ia hanya memandang satu wanita, NISA! Kala Nisa tak ada, terasa ada yang hilang. Tak ada teman diskusi agama…, tak ada teman berbicara dengan tawa yang renyah.., tak ada…wanita. DEG!!! Jantung Ali berdebar keras, bukan karena takut melanggar perintah Allah, namun karena ada yang berdesir di dalam hati…karena ia… mencintai Nisa.

Bisikan-bisikan itu datang kembali…
“Jangan biarkan perasaan ini tumbuh berkembang. Cegahlah sebisamu! Jangan sampai kamu terjerumus zina hati…! Cintamu bukan karena Allah, tapi karena syahwat semata.”
Tapi bisikan lain berkata,
“Cinta ini indah bukan? Memang indah! Sayang lho jika masa muda dilewatkan dengan ibadah saja. Kapan lagi kamu dapat melewati masa kampus dengan manis. Lagipula jika kamu pacaran kan secara sehat, secara Islami.. ‘Tul nggak!”
Ali mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Manalah ada pacaran Islami, bahkan hatimu akan berzina dengan hubungan itu. Matamu juga berzina karena memandangnya dengan syahwat. Hubungan yang halal hanyalah pernikahan. Lain itu tidak!!! Bukankah salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mengubur zina?”, bisikan yang pertama terdengar lagi.

Terdengar lagi bisikan yang lain, “Terlalu banyak aturan! Begini zina, begitu zina. Jika langsung menikah, bagaimana bila tidak cocok? Bukankah harus ada penjajakan dulu agar saling mengenal! Apatah lagi kamu baru kuliah tingkat satu. Nikah susah!”

Terdengar bantahan, “Benci karena Allah, cinta karena Allah. Jika pernikahanmu karena Allah, Insya Allah, Dia akan ridho padamu, dan akan sakinah keluargamu. Percayalah pada Tuhan penciptamu! Allah telah tentukan jodohmu. Contohlah Rasululah SAW, hubungan beliau dengan wanita hanya pernikahan.”

Bisikan lain berkata. “Bla.., bla.., Ali,… masa muda.., masa muda…, jangan sampai dilewatkan, sayang lho!”

Ali berpikir keras. Kali ini imannya benar-benar dilanda godaan hebat. Syetan telah berhasil membujuknya dengan perangkapnya yang selalu sukses sepanjang zaman, yaitu wanita.

Ali mengangkat gagang telepon. Jari-jarinya bergetar menekan nomor telepon Nisa.
“Aah.., aku tidak berani.” Ali menutup telepon.
Bisikan itu datang lagi, “Menyatakannya, lewat surat saja, supaya romantis…!”
“Aha! Benar! “ Ali mengambil selembar kertas dan menuliskan isi hatinya. Ia berencana akan menitipkannya pada teman dekat Nisa. Jantung Ali berdebar ketika dari kejauhan ia melihat Nisa terlihat menerima surat dari temannya dan membaca surat itu.

***

Esoknya, Utsman mengantarkan surat balasan dari Nisa untuk Ali, sembari berkata, “Nisa hari ini sudah pakai jilbab, dia jadi cantik lho. Sudah jadi akhwat!”

Ali terkejut mendengarnya, namun rasa penasarannya membuatnya lebih memilih untuk membaca surat itu terlebih dahulu daripada merenungi ucapan Ustman tadi.
Ali membaca surat itu dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar tak menyangka akan penolakan yang bersahaja namun cukup membuatnya merasa ditampar keras. Nisa menuliskan beberapa ayat dari Al Qur’an, isinya :

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur : 30)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”(QS. Al Mu’minuun : 19).

Ali menghela nafas panjang… Astaghfirullah… Astaghfirullah… Hanya ucapan istighfar yang keluar dari bibirnya. Pandangan khianatku sungguh terlarang. Memandang wanita yang bukan muhrim. Ya Allah… kami dengar dan kami taat. Astaghfirullah… [SOA]

Minggu, 24 Juli 2011

ckckckckck.

Anakku, begitu sering kau bicara tentang cinta.

Cinta kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada Tuhan.

Apakah isi, atau esensi, dari cintamu itu?

Kau bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama… Apakah benar begitu, anakku?



Anakku, mari kita bicara tentang cinta.

Cinta apa yang kau miliki?”

Merasa diri ini memang belum paham apa makna cinta yang sebenarnya, maka aku dengarkan baik-baik setiap hikmah yang menyemburat seperti cahaya.



Anakku, kamu harus membuka hatimu lebar-lebar agar bisa menangkap esensi cinta yang akan aku sampaikan.

Simpan pertanyaanmu untuk nanti, karena setiap pertanyaan itu terlahir dari akal. Seperti langit, akal melayang tinggi di atas bumi tempatmu berpijak. Dan kau pun akan jauh dari hati pijakanmu, satu-satunya titik yang mampu menangkap esensi cinta.



Lihat batang bunga mawar itu.

Dia punya potensi untuk mempersembahkan bunga merah dan harum yang semerbak.

Namun jika batang itu tak pernah ditanam, tak akan pernah mawar itu menghiasi kebunmu.

Maka, hanya dengan membuka diri untuk tumbuhnya akar dan daun lah, batang mawar itu akan melahirkan bunga mawar yang harum.

Demikian juga dengan hatimu, anakku.

Kau harus membukanya, agar potensi cinta yang terkandung di dalamnya bisa merekah, lalu menyinari dunia sekitarmu dengan kedamaian.



Anakku, begitu sering kau bicara tentang cinta.

Cinta kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada Tuhan.

Apakah isi, atau esensi, dari cintamu itu? Kau bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama… Apakah benar begitu, anakku?



Mungkin di desamu kau punya seekor kuda.

Begitu sayangnya kau pada kuda itu.

Setiap hari kau beri makan, minum, kau rawat bulunya, kau bersihkan, kau ajak jalan-jalan. Seolah kuda itu telah menjadi bagian dari hidupmu, seperti saudaramu. Kau mencintai kuda itu sepenuh hati.

Namun, suatu ketika datang orang yang ingin membelinya dengan harga yang fantastis. Hatimu goyah, dan kau pun menjualnya.

Cintamu tidak sepenuh hati, karena kau rela menjual cinta. Kau mencintai kuda, karena kegagahannya membuatmu bangga dan selalu senang ketika menungganginya. Namun, ketika datang harta yang lebih memberikan kesenangan, kau berpaling.

Kau cinta karena kau mengharapkan sesuatu dari yang kau cintai.

Kau cinta kudamu, karena mengharapkan kegagahan.

Cintamu berpaling kepada harta, karena kau mengharapkan kekayaan.

Ketika keadaan berubah, berubah pula cintamu.



Kau sudah punya istri.

Begitu besar cintamu kepadanya.

Bahkan kau bilang, dia adalah pasangan sayapmu.

Tak mampu kau terbang jika pasangan sayapmu sakit.

Cintamu cinta sejati, sehidup semati.

Namun, ketika kekasihmu sedang tak enak hati yang keseratus kali, kau enggan menghiburnya, kau biarkan dia dengan nestapanya karena sudah biasa.

Ketika dia sakit yang ke lima puluh kali, perhatianmu pun berkurang, tidak seperti ketika pertama kali kau bersamanya.

Ketika dia berbuat salah yang ke sepuluh kali, kau pun menjadi mudah marah dan kesal.

Tidak seperti pertama kali kau melihatnya, kau begitu pemaaf.

Dan kelak ketika dia sudah keriput kulitnya, akan kan kau cari pengganti dengan alasan dia tak mampu mendukung perjuanganmu lagi?

Kalau begitu, maka cintamu cinta berpengharapan.

Kau mencintainya, karena dia memberi kebahagiaan kepadamu.

Kau mencintainya, karena dia mampu mendukungmu.

Ketika semua berubah, berubah pula cintamu.



Kau punya sahabat.

Begitu sayangnya kau kepadanya.

Sejak kecil kau bermain bersamanya, dan hingga dewasa kau dan dia masih saling membantu, melebihi saudara.

Kau pun menyatakan bahwa dia sahabat sejatimu.

Begitu besar sayangmu kepadanya, tak bisa digantikan oleh harta.

Namun suatu ketika dia mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keyakinanmu. Setengah mati kau berusaha menahannya.

Namun dia terus melangkah, karena dia yakin itulah jalannya.

Akhirnya, bekal keyakinan dan imanmu menyatakan bahwa dia bukan sahabatmu, bukan saudaramu lagi.

Dan perjalanan kalian sampai di situ.

Kau mencintainya, karena dia mencintaimu, sejalan denganmu.

Kau mendukungnya, mendoakannya, membelanya, mengunjunginya, karena dia seiman denganmu. Namun ketika dia berubah keyakinan, hilang sudah cintamu.

Cintamu telah berubah.



Kau memegang teguh agamamu.

Begitu besar cintamu kepada jalanmu.

Kau beri makan fakir miskin, kau tolong anak yatim, tak pernah kau tinggalkan ibadahmu, dengan harapan kelak kau bisa bertemu Tuhanmu.

Namun, suatu ketika orang lain menghina nabimu, dan kau pun marah dan membakar tanpa ampun.

Apakah kau lupa bahwa jalanmu mengajak untuk mengutamakan cinta dan maaf?

Dan jangankan orang lain yang menghina agamamu, saudaramu yang berbeda pemahaman saja engkau kafirkan, engkau jauhi, dan engkau halalkan darahnya.

Bukankah Tuhanmu saja tetap cinta kepada makhluk-Nya yang seperti ini, meskipun mereka bersujud atau menghina-Nya?

Kau cinta kepada agamamu, tapi kau persepsikan cinta yang diajarkan oleh Tuhanmu dengan caramu sendiri.



Anakku, selama kau begitu kuat terikat kepada sesuatu dan memfokuskan cintamu pada sesuatu itu, selama itu pula kau tidak akan menemukan True Love. Cintamu adalah Selfish Love, cinta yang mengharapkan, cinta karena menguntungkanmu. Cinta yang akan luntur ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah.

Dengan cinta seperti ini kau ibaratnya sedang mengaspal jalan.

Kau tebarkan pasir di atas sebuah jalan untuk meninggikannya.

Lalu kau keraskan dan kau lapisi atasnya dengan aspal.

Pada awalnya tampak bagus, kuat, dan nyaman dilewati.

Setiap hari kendaraan lewat di atasnya.

Dan musim pun berubah, ketika hujan turun dengan derasnya, dan truk-truk besar melintasinya.

Lapisannya mengelupas, dan lama-lama tampak lah lobang di atas jalan itu.

Cinta yang bukan True Love, adalah cinta yang seperti ini, yang akan berubah ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah.

Kau harus memahami hal ini, anakku.



Sekarang lihatlah, bagaimana Tuhanmu memberikan cinta-Nya.

Dia mencintai setiap yang hidup, dengan cinta (rahmaniyyah) yang sama, tidak membeda-bedakan.

Manusia yang menyembah-Nya dan manusia yang menghina-Nya, semua diberi-Nya kehidupan.

Kekuasaan-Nya ada di setiap yang hidup.

Dia tidak meninggalkan makhluk-Nya, hanya karena si makhluk tidak lagi percaya kepadanya.

Jika Dia hanya mencintai mereka yang menyembah-Nya saja, maka Dia pilih kasih, Dia memberi cinta yang berharap, mencintai karena disembah.

Dia tidak begitu, dia tetap mencintai setiap ciptaan-Nya.

Itulah True Love.

Cinta yang tak pernah berubah, walau yang dicintai berubah.

Itulah cinta kepunyaan Tuhan.

nakku, kau harus menyematkan cinta sejati ini dalam dirimu.

Tanam bibitnya, pupuk agar subur, dan tebarkan bunga dan buahnya ke alam di sekitarmu.



Dan kau perlu tahu, anakku.

Selama kau memfokuskan cintamu pada yang kau cintai, maka selama itu pula kau tak akan pernah bisa memiliki cinta sejati, True Love.

Cinta sejati hanya kau rasakan, ketika kau melihat Dia dalam titik pusat setiap yang kau cintai.

Ketika kau mencintai istrimu, bukan kecantikan dan kebaikan istrimu itu yang kau lihat, tapi yang kau lihat “Ya Allah! Ini ciptaan-Mu, sungguh cantiknya. Ini kebaikan-Mu yang kau sematkan dalam dirinya.”

Ketika kau lihat saudaramu entah yang sejalan maupun yang berseberangan, kau lihat pancaran Cahaya-Nya dalam diri mereka, yang tersembunyi dalam misteri jiwanya.

Kau harus bisa melihat Dia, dalam setiap yang kau cintai, setiap yang kau lihat.

Ketika kau melihat makanan, kau bilang “Ya Allah, ini makanan dari-Mu. Sungguh luar biasa!” Ketika kau melihat seekor kucing yang buruk rupa, kau melihat kehidupan-Nya yang mewujud dalam diri kucing itu. Ketika kau mengikuti sebuah ajaran, kau lihat Dia yang berada dibalik ajaran itu, bukan ajaran itu yang berubah jadi berhalamu. Ketika kau melihat keyakinan lain, kau lihat Dia yang menciptakan keyakinan itu, dengan segala rahasia dan maksud yang kau belum mengerti.



Ketika kau bisa melihat Dia, kemanapun wajahmu memandang, saat itulah kau akan memancarkan cinta sejati kepada alam semesta.

Cintamu tidak terikat dan terfokus pada yang kau pegang.

Cintamu tak tertipu oleh baju filosofi, agama, istri, dan harta benda yang kau cintai.

Cintamu langsung melihat titik pusat dari segala filosofi, agama, istri, dan harta benda, dimana Dia berada di titik pusat itu.

Cintamu langsung melihat Dia.



Dan hanya Dia yang bisa memandang Dia. Kau harus memahami ini, anakku. Maka, dalam dirimu hanya ada Dia, hanya ada pancaran cahaya-Nya.

Dirimu harus seperti bunga mawar yang merekah.

Karena hanya saat mawar merekah lah akan tampak kehindahan di dalamnya, dan tersebar bau wangi ke sekitarnya.

Mawar yang tertutup, yang masih kuncup, ibarat cahaya yang masih tertutup oleh lapisan-lapisan jiwa. Apalagi mawar yang masih berupa batang, semakin jauh dari terpancarnya cahaya.

Bukalah hatimu, mekarkan mawarmu.



Anakku, hanya jiwa yang telah berserah diri sajalah yang akan memancarkan cahaya-Nya. Sedangkan jiwa yang masih terlalu erat memegang segala yang dicintainya, akan menutup cahaya itu dengan berhala filosofi, agama, istri, dan harta benda. Lihat kembali, anakku, akan pengakuanmu bahwa kau telah berserah diri. Lihat baik-baik, teliti dengan seksama, apakah pengakuan itu hanya pengakuan sepihak darimu?

Apakah Dia sudah membenarkan pengakuanmu?

Ketika kau bilang Allah maha besar apakah kau benar-benar sudah bisa melihat kebesaran Dia dalam setiap yang kau lihat?



Jika kau masih erat mencintai berhala-berhalamu, maka sesungguhnya jalanmu menuju keberserahdirian masih panjang.

Kau masih harus membuka kebun bunga mawar yang terkunci rapat dalam hatimu. Dan hanya Dia-lah yang memegang kunci kebun itu.

Mintalah kepada-Nya untuk membukanya. Lalu, masuklah ke dalam taman mawarmu. Bersihkan rumput-rumput liar di sana, gemburkan tanah, sirami batang mawar, halau jauh-jauh ulat yang memakan daunnya.

Kemudian, bersabarlah, bersyukurlah, dan berharaplah. semoga suatu saat semua mawar itu akan berbunga, lalu merekah menyebarkan bau harum ke penjuru istana.



Semoga Allah membimbingmu, anakku.

Sabtu, 23 Juli 2011

Surat Lamaran Kerja

Hal : Permohonan Kerja Bitung,……………2011
Kepada Yth :
Pimpinan Cabang P.T ASDP
Indonesia Ferry ( Persero )
Cabang Bitung
Di_ Bitung
Dengan Hormat,
Yang Bertanda Tangan Dibawah ini :
Nama :
Tempat tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :

Dengan Ini Saya Mengajukan Lamaran kerja Kehadapan bapak Sebagai Pimpinan PT………………………………
Adapun Sebagai bahan Pertimbangan. Bersama Ini Saya LAmpirkan Sebagai Berikut :
1. Foto Kopy Surat Keterangan Kepolisian
2. Foto kopy Surat Keteranagan Dokter
3. Foto Kopy Ijaza LAut ATT-D
4. Foto Kopy Ijaza Terakhir
5. Foto Kopy Ijaza BST, SCRB, AFF
6. Foto Kopy KTP
7. Foto Kopy Buku Pelaut
8. Pas Photo Ukuran 4*6 = 4 Lbr

Demikian Surat Permohonan Ini Saya Buat Denagan BAik Dan Benar AtasKebijaksanaan Bapak saya Ucapkan Terima KAsih.

Yang Memohon

…………………………….

Kamis, 14 Juli 2011

apa Yg Anda Pikirkan

Setiap kali membuka akun Facebook maka dinding facebook ini selalu bertanya? “Apa yang sedang Anda pikirkan?” Pertanyaan ini merupakan perbaikan dari pertanyaan sebelumnya pada saat Saya mulai bergabung (27-01-2009) dimana saat itu yang ditanyakan adalah, “Apa yang sedang Anda lakukan?”

Menurut saya tepat sekali penggantian pertanyaan tersebut. Bila kita menggunakan pertanyaan yang pertama maka status kita mungkin terbatas, karena apa yang kita lakukan terbatas pengetahuan atau kemampuan yang kita miliki, sementara pertanyaan yang kedua menjadi tidak terbatas karena kita bisa berimajinasi. Kondisi ini seperti yang dikatakan Albert Einstein yang mengatakan bahwa, “Ilmu pengetahuan sangatlah terbatas sementara imajinasi tidak terbatas”.

Menarik juga perkataan dari Eleanor Roosevelt, mantan Presiden USA seperti dalam teks photo di atas, yang mengatakan : Small Minds discuss people, Average Minds discuss events, Great Minds discuss ideas

Hmm... boleh jadi sangat benar. “Pikiran Kecil membicarakan orang. Pikiran Sedang membicarakan peristiwa. Pikiran Besar membicarakan gagasan”.

Dan kitapun bisa melanjutkan... maka sebagai akibatnya ...
PIKIRAN KECIL akan menghasilkan GOSIP.
PIKIRAN SEDANG akan menghasilkan PENGETAHUAN.
PIKIRAN BESAR akan menghasilkan SOLUSI.

Ketiga jenis pikiran ini ada di dalam setiap otak kita. Pikiran mana yang lebih mendominasi kita, begitulah apa yang dihasilkannya. Kalau setiap saat otak kita dipenuhi oleh Pikiran Kecil, maka kita akan selalu asyik dengan urusan orang lain, namun tidak menghasilkan apa-apa, kecuali perseteruan. Tetapi bila Pikiran Besar yang mendominasi, maka ia akan aktif menemukan terobosan baru.

PIKIRAN KECIL senang menggunakan kata tanya “SIAPA”,
PIKIRAN SEDANG senang menggunakan kata: “ADA APA”, sedangkan
PIKIRAN BESAR selalu memanfaatkan kata tanya: “MENGAPA” dan “BAGAIMANA”.

Dalam melihat satu peristiwa yang sama, misalnya jatuhnya buah apel dari pohonnya, akan cenderung ditanggapi berbeda.

Si PIKIRAN KECIL akan tertarik dengan pertanyaan : “SIAPA SIH YANG KEMARIN KEJATUHAN BUAH APEL?”
Si Pikiran Sedang akan bertanya: “APAKAH SEKARANG BERARTI SUDAH MULAI MUSIM PANEN BUAH APEL ?”
Sedangkan Si PIKIRAN BESAR : “MENGAPA BUAH APEL ITU JATUH KE BAWAH, BUKANNYA KE ATAS?”.

Dan pikiran yang terakhir itulah yang konon mengisnpirasi SIR ISAAC NEWTON menemukan TEORI GRAVITASInya yang terkenal. Tidak ada satupun prestasi atau karya di dunia ini yang dihasilkan oleh Pikiran Kecil.

Di samping itu, ketiga jenis pikiran ini juga mempunyai ‘MAKANAN’ FAVORIT yang berbeda.
Si PIKIRAN KECIL biasanya senang melahap TABLOID, INFOTAINMENT, KORAN MERAH
si PIKIRAN SEDANG amat berselera dengan KORAN BERITA,
si PIKIRAN BESAR memilih BUKU-BUKU/ ARTIKEL yang membangkitkan INSPIRASI.

Jadi apa yang sedang Anda pikirkan?

Kamis, 07 Juli 2011

I want to be loved for God......!

Jika kau mencintaiku kerana sifatku yang ceria
Menjadi semangat yang menyala di dalam hati mu
Kemudian aku bertanya
Bila keceriaan itu kelam dirundung duka
Seberapa muram cintamu kan ada?

Jika kau mencintaiku karena kecantikanku
Menyejukkan setiap mata yang memandangnya
Kemudian aku bertanya
Saat kecantikan itu memudar ditempuh usia
Seberapa pudarkah kelak cintamu padaku?

Jika kau mencintaiku karena ramah hatiku
Memberi kehangatan dalam setiap sapaanmu
Kemudian aku bertanya
Kiranya keramahan itu tertutup kabut prasangka
Seberapa mampu cintamu memendam praduga?

Jika kau mencintaiku karena cerdasnya diriku
Membuatmu yakin pada putusanku
Kemudian aku bertanya
Ketika kecerdasan itu berangsur hilang menua
Seberapa bijak cintamu tuk tetap mengharapku?

Jika kau mencintaiku karena kemandirian yang ku miliki
Menyematkan rasa bangga mu yang mengenalku
Kemudian aku bertanya
Jika di tengah itu rasa manjaku tiba menyeruak
Seberapa tangguh cintamu tuk tetap bersamaku?

Jika kau mencintaiku karena tegarnya sikapku
Menambatkan rasa kagum pada kokohnya pertahananmu
Kemudian aku bertanya
Andai ketegaran itu rapuh diterpa badai
Seberapa kuat cintamu bertahan?

Jika kau mencintaiku karena pengertian yang ku berikan
Menumbuhkan ketenangan karena kepercayaan yang ku tanam
Kemudian aku bertanya
Kelak pengertian itu tertelan oleh ego sesaat
Seberapa kau mampu mengerti cinta ini?

Jika kau mencintaiku karena luasnya danau kesabaranku
Menambah dalamnya rasa cinta semakin kau mengenalku
Kemudian aku bertanya
Mungkin kesabaran itu mencapai batas membendung kesalahanku
Seberapa besar cinta mampu memaafkan?

Jika kau mencintaiku karena keteguhan imanku
Bagai siradj yang benderang mengantarkan cahaya
Kemudian aku bertanya
Kala iman itu jatuh menurun
Seberapa berkurang akhirnya cintamu padaku?

Jika kau mencintaiku karena
Ku yang tlah kau pilih sebagai cinta yang kan kau pegang sepanjang hayat
Kemudian aku bertanya
Pun hati ini tergoncang
Seberapa mantap cinta ini tuk tetap setia?

Andai sejuta alasan tak cukup
Untuk membuat cinta ini tetap bersama diriku
Maka biar kupinta satu alasan tuk menjaga cinta ini....

Aku ingin kau cintai karena Allah..
Karena Dia kan selalu ada tuk menjaga
Maka cintaku kan tetap utuh dan setia
Hingga kelak, ku tak mampu lagi mencintaimu
Karena cintaku berpulang pada-Nya..